Oleh : Drs. H. Insyafli, M.HI
Bagian Pertama
Suasana di Hotel Grand Cemara Jakarta saya bersama Ketua PTA/MSY Aceh
Catatan perjalanan ini sengaja saya tulis untuk mengingat sesuatu peristiwa atau kejadian yang dapat berguna bagi saya sendiri atau orang lain yang membutuhkannya. Saya mohon maaf tulisan ini terlambat saya kirimkan karena suatu musibah yang menimpa saya atas wafatnya Ibunda tercinta semoga Allah menyayanginya dan mengampuni segala dosanya alm Hj.Zayanati di kampung saya Pariaman Selasa, 22 Mei 2012, saya agak sedikit terganggu olehnya.
Sebelum saya ceritakan peristiwa di Riyadl, sebagai pengantarnya saya juga akan meeceritakan sewaktu persiapan pemberangkatan di Jakarta.
Saya berangkat ke Jakarta, pada hari Sabtu tanggal 12 Mei 2012, jam 21,00 wib, dengan pesawat Lion Air. Sebenarnya jadwal keberangkatan sesuai dengan yang tercantum di tiket, adalah jam 18.20 wib, namun karena alasan cuaca yang buruk, maka semua penerbangan di Bandara Sutan Qasim Pekanbaru sesudah maghrib, di delay termasuk pesawat yang akan mengangkut kami, untuk itu kami diberi makan nasi oleh pihak penerbangan Lion, dengan makanan masakan Padang, sekotak nasi yang kira-kira, 3 cokok saja kalau makan di rumah sendiri.
Sekitar jam 22.30 wib malam minggu itu saya sampai di bandara Soekarno-Hatta Cengkareng Jakarta, saya sudah ditunggu oleh anak saya yang kuliah di Trisakti Niamu Robby Fie Dhuha yang memang saya sudah pesan sebelumnya. Dengan alasan mengunjungi anak, dan juga lebih praktis, saya malam itu menginap di rumah anak saya yang tinggal di satu rumah besar yang sekaligus sebagai kantor organisasinya KAMMI Jakarta Raya di daerah Jati Padang dekat Pasar Minggu. Biasanya di rumah itu dia tinggal bersama-sama pengurus KAMMI yang lainnya, tapi malam itu dia hanya berdua dengan saya karena teman-temannya pada pulang kampung. Sampai di rumah perut saya sangat lapar, maka anak saya keluar mencari rumah makanan yang masih buka karena waktu itu sudah sekitar jam 24.00 tengah malam. Alhamdulillah dia pulang dengan membawa 2 bungkus nasi goreng hangat yang jumlahnya cukup mengenyangkan dan enak, barangkali karena saya memang sudah sangat lapar. Saya sudah shalat maghrib dan Isya di bandara Pekanbaru, oleh karena itu karena sudah mengantuk saya langsung tidur dan nanti terbangun sekitar jam 5 Subuh.
Setelah beristirahat sebentar usai shalat Subuh, saya diantar anak saya ke Hotel Grand Cemara naik taksi. Hotelnya terletak di Jalan Cemara 1, ini mengingatkan saya kepada kantor Pengadlan Tinggi Agama Jakarta yang pertama, sewaktu saya mendaftar menjadi calon Pegawai Negeri dan Calon Hakim tahun 1988, yang tertelak di Jalan Cemara No.42, tetapi sewaktu sampai di Hotel Grand Cemara saya sudah lupa dimana persisnya bekas kantor Pengadlan Tinggi Agama Jakarta yang pertama tersebut.
Begitu sampai di Hotel sekitar, sekitar jam 7 pagi, saya menelpon teman dari Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci sdr Arqom Pamulutan, yang sudah menginap disitu malam sebelumnya, karena saya ada membawakan titipannya, dan saya juga ingin menitipkan tas bawaan saya di kamarnya, karena waktu cek in bagi peserta ke Riyadh adalah 13.00 wib. Setelah ketemu dan mentipkan tas di kamarnya, saya dan anak mencari rumah makan terdekat dengan Hotel. Alhamdulillah ada rumah makan Padang “ Sinar Minang” yang mengingatkan akan almarhum adik saya Akmal yang di rumah biasa dipanggil Ambo yang sudah meninggal sekitar 10 tahun yang lalu yang juga punyai dua buah rumah makan dengan nama Sinar Minang diCilengsi Bogor yang sekarang diurus oleh mantan isteri dan empat orang anak-anaknya.
Setelah makan secukupnya kami pergi melihat-lihat ke Sarinah yang hanya berjarak sekitar beberapa ratus meter dari hotel Cemara, oleh karena itu dengan alasan ingin sedikt berolah raga dan masih pagi, kami hanya berjalan kaki ke sana. Sampai di Sarinah ternyata Sarinah belum buka karena masih sangat pagi, jadi kami duduk-duduk di salte Bis di jalan depan Sarinah, yang bertepan hari Minggu itu adalah hari car free day, tidak ada mobil atau motor yang lewat di jalan, jalan hanya dipenuhi oleh pejalan kaki, pemakai sepeda atau sepatu roda, ada yang berkelompok sesama teman, ada pula satu keluarga dan macam-macam kostum. Kami menimati suasana itu sampai sekitar jam 9, dimana toko-toko dan supermaket di sekitar Sarinah sudah mulai buka satu persatu. Sebenarnya saya ingin membeli kamera yang hanya bisa terjangkau. Rupanya di toko-toko disana tidak ada yang menjual kamera.
Kami melanjutkan perjalanan pagi itu ke Blok M ingin membeli kamera. Di depan Sarinah bertepatan ada salter Bus Way Trans Jakarta, Kami menyeberang melalui jembatan penyeberangan menuju tempat naik Bus Way. Beberapa menit naik bus way kami sampai di Blok, dan setelah berjalan naik turun tangga dari tempat turun ke daerah pertokoan Blok M yang berada di seberangnya akhirnya kami sampai di pertokoan yang di tuju. Ketika itu saya teringat akan Blok M di tahun-tahun 1984 an, ketika saya blok balik tiap hari kuliah, dari Cipinang Besar ke Ciputat kampus IAIN Syarif Hidayatullah. Ke Ciputat waktu itu harus dua kali naik Bus, yaitu Bus Kota dari Pulogadung ke Blok kalau ndak salah Mayasari Bakti NO.56, dari Blok M ke Ciputat naik Mayasari Bakti No.19, atau Patas No.2. Tetapi suasana Blok M sudah sangat berbeda karena ingatan saya ketika itu di Blok M hanya satu Supermaket yaitu Golden Truly, dan ada pula pertokoan Aldiron Plaza dan Melawai.
Setelah sampai di satu Toko yang menjual Kamera yang tidak perhatikan nama toko itu, saya membeli sebuah kamera kecil merek Panasonic yang kira-kira ringan di bawa dan harganya terjangkau yaitu Rp.900.000,- lengkap dengan memori dan covernya. Harganya saya dapatkan setelah tawar menawar dan setelah membandingkan dengan harga kamera yang sama di toko di sebelahnya. Saya beli dan langsung di tes dan hasilnya memuaskan.
Kami kembali ke hotel dengan Bus way, dan lanjut dengan bajai diantar ke Hotel Cemara, pas jam 13 wib langsung cek in setelah mengambil tas titipan saya di kamar temar tadi. Sudah lapar lagi, kami makan siang di rumah makan Sinar Minang, kembali ke Hotel, dan anak saya pamit mau pulang ke tempat tinggalnya di Jati Padang. Saya langsung ke kamar yang sebelumnya sudah ada teman yang juga peserta ke Riyadl, Hakim Tinggi dari Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin, Sdr.Drs.H. Setiawan Ahmad Afandi yang umurnya di atas saya sedikit, sekitar 60 an. Rupanya dia keluar mencari kebtuhan bersama keluarganya. Begitu saya mulai merebahkan badan di tempat tidur hotel dia dengan dengn keluarganya masuk kamar, dan otomatis saya ikut ngobrol dengan mereka.
Setelah keluarganya pamit pulang, pak Setiawan, saya lihat sibuk menyeleksi barang-barang yang akan dibawa ke Riyadl dan mana yang dititipkan sama keluarganya di Jakarta. Saya lihat dia membawa satu Big yang ketika saya coba angkat isinya lebih dari 20 kilo, dan ada dua tas penuh ukuran sedang yang masing-masing beratnya lebih dari 7 kilo,dan ada dua tas lagi yang satu tas lap top dan satu tas berisi buku. Saya bilang di tiket tertulis bahwa bagasi hanya 20 kilo. Katanya inilah penyakit saya dari dulu kalau mau berpergian saya tidak cerdas memilah barang-barang bawaan. Ini pak katanya, di Banjarmasin sudah saya seleksi. Sekarang saya seleksi lagi. Satu tas penuh di titipkan dibawa pulang oleh keluarganya di Jakarta.
Dia tidak puas karena masih ragu berapa berat bagasi yang akan dia bawa nanti, maka dia keluar membeli timbangan katanya ke daerah pasar Tanah Abang. Dia pulang membawa beberapa barang kecil termasuk sebuah timbangan jinjing yang menurut penjualnya bisa menimbang barang sekitar 75 kilo, dia beli dengan harga Rp.75.000,-. Begitu dia uji dan saya ikut membantu, belum apa-apa besi gantungan penahan barang di timbangan menjadi lurus, alias timbangannya tidak bisa digunakan, dia mengomel kok begini ? gampang sekali rusaknya?. Saya coba melihat angka yang tertulis di timbangan ternyata kapasitas maksimalnya timbangan itu bukan 75 kilo tetapi 7.5 kilo. Masya Allah sudah tertipu saya katanya. Pantas begitu mau diangkat, bukannya tasnya yang teangkat tetapi besi kait timbangannya menjadi lurus. Yah begitulah Jakarta kata saya dalam hati.
Sore harinya sekitar jam 16.00 wib saya bertemu dengan Pak Wahyu Dirjen Badilag yang sedang ngomong-ngomong bersama 2 orang teman yang juga peserta ke Riyadl, yaitu sdr Arqom dan satu lagi sdr Muslim Wakil Ketua Pengadilan Agama Koto Baru Sumbar, yang pindahan dari hakim PA di Daerah Medan. Saya diajak mereka gabung, akhrnya saya ikut nimbrung, rupanya sdr Muslim lagi wawancara santai dengan Pak Dirjen sekaitan dengan rencana penerbitan buku tentang biografi dan pengalaman orang-orang yang mengenal Pak Dirjen. Waktu itu saya juga ditawari oleh sdr Muslim untuk dapat menulis tulisan singkat, tentang topik “Pak Wahyu yang saya kenal” saya menjanjikan akan ikut berpartisipasi dalam rencana itu.
Malam harinya, Minggu tanggal 13 Mei 2012 sesuai dengan rencana semula, kami mengiuti semacam acara pembekalan sebelum berangkat. Hadir Pak Tuada Uldilag DR.H. Syamsu Alam SH, M.Hum, Pak Dirjen, Pak Purwosusilo. Dalam kata sambutan dan pesan-pesannya. Pak Tuada dan Pak Dirjen, mengingatkan kami bagaimana seharusnya kami bersikap dan bertindak sebagai delegasi duta Hakim Peradilan Agama Indonesia di Arab Saudi, Apa-apa program yang mestinya dibuat, sehingga di harapkan kegiatan seperti ini tidak berhenti sampai tahun ini saja tapi berlanjut tahun-tahun berikutnya. Keduanya berharapkan agar kita dapat menghasilkan laporan dan pengetahuan yang banak manfaatnya bagi dunia Peradilan Agama Indonesia. Setelah selesai acara , lalu tea Break, dilajutkan dengan penyusunan organisasi, dan menyusun rencana kegiatan di Riyadh. Tersusun organsasinya Penasehat Ketua M SY ( PTA) Aceh Idris Mahmudi , wakilnya Wakil Ketua PTA Surabaya Symasul Falah, Ketua Farid Islaml dari Badilag dilengkapi dengan kepengurusan lainnya. Acara selesai sekitar jam 12 malam. Besok pagi rombongan yang dapat giliran berangkat ke Riyadh Senen ranggal 14 Mei sebanyak 17 orang tidak termasuk saya karena giliran saya besoknya, sudah harus bersiap dari hotel sebelum jam 4 Subuh, karena pesawat Catay Pasific, yang akan membawa robongan berangkat jam 8.20 wib, sedangkan urusan cek in dan urusan imigrasi lainnya memakan waktu sekitar 3 jam, begitu menurut panitia pembarangkatan dari Badilag.
Rombongan kedua keberangkatan, hari Selasa tanggal 15 Mei sebanyak 23 orang termasuk saya di dalamnya, harus sudah bersiap di hotel sebelum jam 3 pagi. Teman sekamar saya pak Setiawan, katanya karena takut ketiduran akhirnya tidak tidur sama sekali sampai dia mandi sekitar jam 2.30. Saya terbangun setelah teman saya ini selesai mandi, saya juga ikut mandi “koboy” istilah saya yaitu mandi hanya dengan membersihkan di tempat-tempat tertentu saja tanpa mengguyurkan air ke sekujur tubuh, karena khawatir masuh angin sesuai kebiasaan saya apabila mandi dalam keandaan badan kurang tidur.
Sebagian Peserta berpose didepan barang bawaan sesaat sebelum ke bandara Cengkareng Jakarta
Sesudah semua barang-barang bawaan oleh sebanyak 23 orang pserta terkumpul dan dimuat ke Bus yang akan mengantar kami ke Cengkareng, kami dipersilahkan sarapan dengan menu yang cukup bagus sebenarnya, tetapi karena terburu-buru dan pada jam yang tidak biasanya, maka sarapannya tidak maksimal, tapi lumayan sebagai tindakan jaga-jaga agar tidak kelaparan. Sekitar jam 4 kami sampai di terminal pembarangkatan ke luar negeri di Cengkareng, kami hanya duduk-duduk menunggu waktu cek ini. Begitu cek ini selesai sekitar jam 5 wib kami bersama-sama shalat subuh di ruang bandara Cengkareng.
Setelah selesai itu semua, dan duduk-duduk beberapa menit kami dipersilakan memasuki ruang tunggu dengan memperlihatkan, tiket, pas port dan boarding pass yang sudah dibagikan kepada kami. Menunggu sampai sektar jam 8 kurang sedikt, kami dipersilahkan menaiki pesawat yang akan mengantar kami ke Riyadh transit di Hongkong. Saya mendapatkan jatah duduk di kursi NO. 65.E ke Hongkong, dan kursi No.58 F dari Hongkong ke Riyadh.
Suasana di dalam pesawat Cathay Pasific yang menerbangkan kami cukup nyaman menurut saya, kami diberi hadset dan blanket, di dalam pesawat cukup dingin, untung kami berangkan dengan pakaian Sipil Lengkap, saya pakai jas dan peci hitam sesuai dengan kesepakatan kami sebelumnya. Kelhatannya hampir semua pramugari/pramugara kebangsaan Cina yang berbahasa Inggris dialek Cina, tetapi ada satu orang pramgaranya yang cukup pasih berbahasa Indonesia. Kepadanya saya tanyakan sewaktu dia menawarkan menu makanan yang saya pilih apakah, nasin pakai daging sapi, atau daging ayam atau mie. Saya tanyakan apakah saudara tahu apakah semua makan ini halal food, dia menjawab semua pesawat kami yang menuju Midle Est, makanannya halal semua, tidak ada yang tidak halal. Hal ini juga saya tanyakan kepada petugas pramugara di pesawat dari Hongkong ke Riyadh, kami ganti pesawat di Hongkong, jawabannya sama seperti yang tadi, semua halal. Rasanya lega juga medengar jawaban itu. Dari Cengkareng ke Hongkong kami tempuh lebih kurang 4 jam.
Kami sampai di Bandara Internasional Hongkong yang terletak hanya beberapa meter di pinggir laut dan disekitarnya ada pergunungan yang tidak terlalu tinggi. Setelah melalui security sensor, yang cukup mejelimet diantaranya ada yang tidak menyenangkan diantaranya saya bersama Ketua PTA Aceh pak Idris Mahmudi dimana kami sama-sama masih pakai peci, disensor berbeda dengan yang lain, kami disensor kornea mata dan diperiksa pecinya, rupanya kawan-kawan yang lain sudah menyimpan pecinya dan agak lama karena saking ramainya bandara itu. Dengan bercanda saya bilang sama Pak Mahmudi, barangkali mereka mempunyai pengalaman yang kurang baik dengan orang berpeci.
Perbedaan waktu antara Hongkong dengan Jakarta sekitar satu jam, ketika itu sudah hampir jam 14 wib, kami belum shalat Zuhur. Kalau diperkirakan kami terbang ke Riyadh sekitar 9 sampai 10 jam berarti waktu Zuhur dan Asar terlewatkan. Kami mencari-cari dimana tempat shalat, saya bertanya kepada salah seorang penjaga toko, dimana mesjid atau tempat yang bisa kami gunakan untuk prayer ? Dia menujuk ke satu arah dan saya melihatnya tertulis “prayer room”. Alhamdulillah di bandara Internasional Hongong pun ada tempat shalat yang cukup bersih dan luas lengkap dengan tempat wudhu’ dan saya lihat ada beberapa buku di rak buku yang bisa dibaca, dalam bahasa Arab, ada sekitar 20 an buku yang tidak terlalu tebal. Tetapi anehnya di wc bandara tempat kencing gantung, tidak dilengkapi dengan air untuk istinjak oleh karena itu kita harus mengambil tisu yang tempatnya agak berjauhan dengan tempat kencing.
Akhirnya kami dipersilahkan boarding ke pesawat Cathay Pasifik yang menuju ke Riyadh. Pesawatnya tidak sedingin pesawat dari Jakarta menuju Hongkong, tetapi agak sedikit lumayan sehingga kami tidak harus memakai blanket untuk menghangat badan. Penerbangan dari Hongkong menuju Riyadh diperkirakan akan ditempuh sekitar 9 jam lebih. Dari Hongkong kami berangkat sekitar jam 16 wib, dan sampai di bandara King Abdul Aziz Riyadh sekitar jam 1 dini hari wib atau di Saudi Arabia jam menunjukkan 8. 45 watu SA. Di Bandara kami sudah ditunggu oleh petugas dari Kedubes Arab Saudi saya lupa namanya, dan diluar juga sudah ditunggu oleh tiga atau empat orang petugas penyamabutan dari Universitas al-Imam Muhammad bin Suud. Dengan pemeriksaan yang cukup panjang karena harus pakai sidik jari segala, sehingga memakan waktu sekitar 2 jam lebih kami baru bisa keluar dari bandara menuju Universitas al-Imam. Udara di luar cukup sejuk kami bisa menyesuaikanya. Sekitar setengah jam lebih sedikit kami sampai di Kampus al-Imam, yang cukup luas dan dengan gedung yang cukup megah.
Berpose bersama Petugas Penyambutan dari Universitas al-Imam Muhammad ibnu Suud di Bandara Riyadh
Ada sedikit eksiden, dimana sopir kami yang kedengaran logatnya seperti dari Mesir, dicegat oleh petugas Sekurity Kampus dan pagar masuk tidak mau dibukakan karena alasan sang security belum menerima waraqah semacam surat pemberitahuan akan kehadiran tamu malam itu sehingga sang sopir jengkel dan mengomel “mejnun inta”. Beberapa menit kami tertahan di pintu masuk Kampus, sehingga akhirnya seorang security lainnya datang dan bilang khalas fih waraqah, kami sudah disambut oleh beberapa teman dari rombongan hari sebelumnya. Dalam waktu tidak beberapa lama kami sudah mendapatkan masing-masing satu kamar apartement, yang bagus, satu kamar tidur, satu kamar belajar, ada kamar mandi dan dapur, yang kelihatan cukup luxs tapi sepertinya kurang terawat.
2 Peserta dari wilayah PTA Pekanbaru saya bersama sdr Arqom Pamulutan Hakim PA Pasir Pangaraian
Setelah semua mendapatkan kamar, kami juga dipersilahkan makan minum secukupnya, tetapi di samping perut lapar rasanya mengantuk lebih dominan, sehingga saya hanya mampu menghabiskan seperempat porsi kotak nasi dengan sepotong ayam goreng yang sebenarnya lumayan bisa dimakan, tetapi capek dan mengantuk juga tidak bisa ditunda. Akhirnya kami tidur dan saya terbangun sekitar jam 5 pagi lumayan dapar tertidur sekitar 3 atau empat jam, dan rupanya waktu shalat di Riyadh adalah sekitar jam 3.45 pagi. Sebelum tidur kami sudah diwanti-wanti bahwa besok pagi sekitar 7.30 kita sudah harus berkumpul untuk pertemuan di Ma”had Ali lil Qadha’ yang gedungnya kami belum tahun. Jam 7 kami sudah siap semua untuk menuju shaalat al-tha’am atau ruang makan berjarak sekitar 300 m dari apartement kami. Lidah saya agak sedikit kaget karena harus berhadapan dengan menu futur (sarapan) yang agak sedikit aneh, tetapi setelah saya tambahkan sedikit hot souce semacan sambal, makanan itu bisa juga dinikmati. Alhamdu lillah.
{jcomments on}