Secara bahasa, filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philos (cinta) dan sophos (kebijaksanaan). Filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Dalam arti bahasa, orang yang berfilsafat adalah orang yang siap melakukan apapun untuk sesuatu yang ia anggap bijaksana tersebut, mengetahuinya, mencarinya, memilikinya dan mempertahankannya. Jika ditinjau dari berbagai literatur, sudah tentu kita akan menemukan banyak pengertian tentang filsafat.
1. Harold Titus
Telah mengartikan bahwa filsafat itu adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan alam yang biasa diterima secara tidak kritis. Filsafat juga diartikan sebagai suatu proses kritik atau suatu pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.
2. Beerling
Pengertian filsafat adalah pemikiran yang bebas, diilhami oleh rasio, mengenai segala sesuatu yang muncul dari pengalaman-pengalaman (experience).
3. Walter Kuffman
Filsafat adalah pencarian kepada kebenaran dengan pertolongan fakta-fakta dan argumentasi argumentasi, tanpa memerlukan kekerasan dan tanpa mengetahui hasilnya terlebih dahulu.
4. Verhoeven
Filsafat adalah meradikalkan sikap heran ke segala aspek. Dengan kata lain, manusia tak cuma sekedar heran, tetapi juga harus menyelidiki sesuatu yang telah membuatnya heran tersebut.
5. Harun Nasution
Mengartikan filsafat sebagai suatu proses berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar-dasar dari persoalan.
A. Objek Filsafat
Filsafat tidak membatasi dirinya hanya membahas pada suatu objek bahasan tertentu saja. Filsafat membahas tentang segala yang ada seperti alam dan manusia. Objek yang dibahas filsafat ialah segala yang ada dan mungkin ada. Objek filsafat itu sangatlah luasnya, meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya. Jadi, objek pada filsafat ialah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya.
Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dibedakan menjadi dua, yaitu objek
material dan objek formal. Objek material ini banyak yang sama dengan objek material sains/ilmu. Sains sendiri memiliki objek material, yaitu tentang yang empirik. Filsafat menyelidiki objek yang empirik itu juga, tetapi bukan bagian yang empiriknya, melainkan bagian yang abstrak dari yang empirik itu.
B. Ciri Filsafat
Filsafat mempunyai ciri adalah berpikir rasional. Bagi sebagian orang mengenal lebih jauh tentang Filsafat ada suatu bentuk ketakutan. Apalagi telah tergambar sebelumnya dalam masyarakat bahwa orang-orang yang telah mempelajari filsafat itu dianggap berpikir aneh dan ada di luar kewajaran dari kebanyakan orang. Sehingga muncul gambaran tentang akibat negatif yang “membahayakan” bagi orang-orang yang mendalami filsafat. Oleh karena itu, untuk mengetahui apa itu filsafat tentunya kita harus mengetahui dulu tentang definisi filsafat itu. Filsafat merupakan cara berpikir secara rasional yang hasilnya akan melahirkan sebuah pengetahuan tentang “yang ada” dan mempunyai nilai buat manusia.
Filsafat itu proses berpikir. Mengenai definisi pemikiran ini Taqiyyuddin an-Nabhani mendefinisikan pemikiran itu sebagai adanya aktivitas pemikiran pada diri manusia tentang realitas kehidupan yang ia hadapi, dimana manusia masing-masing secara keseluruhan senatiasa mempergunakan pengetahuan yang mereka miliki, ketika mengindera berbagai fakta untuk menentukan hakikat fakta atau fenomena tersebut.
Berpikir harus menggunakan pengetahuan untuk menguraikan wilayah metafisika dalam fakta-fakta atau fenomena-fenomena dalam menemukan hakikat sehingga akan muncul sebuah pemikiran yang aktif-inovatif dibandingkan dengan wilayah ontologinya. Pemikiran adalah sebuah kekayaan yang tak ternilai harganya yang manusia miliki dalam kehidupan. Bahkan, ia merupakan peninggalan yang demikian berharga yang akan diwarisi oleh para generasi penerusnya nanti, apabila manusia telah menjadi manusia yang memiliki identitas dalam bentuk pemikirannya yang maju dan manusia maju karena ia berpikir (berakal).
Kisah Nabi Ibrahim Dalam Mencari Kebenaran (Tuhan)
Nabi Ibrahim adalah sosok yang rasional dalam mencari kebenaran. Ketika ia mencari dan mengenal Tuhan, ia sempat berpikir apakah Tuhannya adalah matahari, bulan atau alam semesta ?, Nabi Ibrahim tidak percaya bahwa berhala yang dibuat ayahnya seperti Tuhan karena itu tidak masuk akal baginya. Benda mati tidak dapat melakukan apa pun atau mengendalikan dirinya sendiri.
Nabi Ibrahim mendapati banyak orang yang menjadi penyembah berhala. Tetapi ia mengingkari anggapan bahwa patung berhala adalah dewa sehingga ia berniat untuk mencari Tuhan yang sesungguhnya.
Ini adalah daya logika yang Allah karuniakan untuk Nabi Ibrahim sehingga ia menolak agama penyembahan langit yang sedang dipercayai kaumnya. Ia pun menyadari bahwa Yang Mengendalikan bulan, bintang, matahari, siang dan malam juga Yang Menciptakan seluruh makhluk di bumi adalah Tuhan yang sebenarnya.
Kisah Nabi Ibrahim telah termaktub dalam Al-quran surat Al-An'am ayat 76 hingga 78, sebagaimana artinya :
"Ketika malam telah gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Aku tidak suka kepada yang terbenam." (QS. Al-An'am:76).
"Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat." (QS. Al-An'am:77).
"Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan." (QS. Al-An'am:78)
DAFTAR PUSTAKA
Alquran dan terjemahan.
Ansharullah, Pengantar Filsafat, Kalimantan Selatan: LPKU, 2019.
Harold H. Titus, Marilyn S. Smith dan Richard T. Nolan, Persoalan-Persoalan Filsafat alih bahasa H. M. Rasjidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984).
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973).
Loren Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1996.
Louis O. Kattsoff, “Elements of Philosophy” diterjemahkan oleh Soejono Soemargono
dengan judul Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), Cet. ke-9.
Suaedi, Pengantar filsafat Ilmu, Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016.
Taqyudin an-Nabhani, “An-Nizham al-Iqtishad Fil Islam”, diterjemahkan Moh. Maghfur Wachid dengan judul Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1990).
Usman A. Hakim, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka, 2001.
Walter Kuffman, Beerling, dan Corn Verhoeven, Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu,
(Bandung: Remaja Karya, 1983).
By. Mohammad Fajar Marta