LAYANAN PUBLIK INKLUSIF RAMAH TERHADAP KAUM RENTAN
Oleh: Yedi Purwanto, S.H. [1]
Semua instansi yang bergerak dalam pelayanan kepada publik tentunya selalu berusaha untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada seluruh pengguna layanannya. Masing-masing pengguna layanan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, terutama mereka yang masuk dalam kelompok kaum rentan seperti penyandang disabilitas, wanita hamil, ibu menyusui, anak-anak, dan lansia. Dibutuhkan strategi dan pendekatan tertentu dalam memberikan pelayanan kepada kelompok kaum rentan, dibandingkan dengan pelayanan kepada masyarakat normal. Oleh karena itu, merupakan suatu keharusan bagi seluruh instansi yang bertugas memberikan pelayanan publik untuk menyediakan sarana dan prasarana serta kesiapan sumber daya manusia, supaya mampu memberikan pelayanan yang optimal dan ramah kelompok kaum rentan. Namun, pada kenyataannya sudahkah seluruh unit pelayanan publik memiliki kesadaran penuh akan hal tersebut?
Undang undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah mengamanatkan kepada penyelenggara pelayanan publik untuk memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu yang dikategorikan sebagai kelompok kaum rentan meliputi penyandang disabilitas, wanita hamil, ibu menyusui, anak-anak, lansia, dan korban bencana sosial serta korban bencana alam. Kelompok kaum rentan ini memiliki kedudukan dan kebutuhan yang sama seperti masyarakat pada umumnya untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas. Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah melalui MENPANRB melaksanakan Pemantauan dan Evaluasi Penyediaan Sarana dan Prasarana Ramah Kelompok kaum Rentan. Dengan adanya monitoring evaluasi tersebut, diharapkan dapat mendorong awareness dari setiap unit pelayanan publik di Indonesia untuk turut serta memberikan pelayanan yang inklusif kepada seluruh pengguna layanan termasuk di dalamnya adalah kelompok kaum rentan.
Unit pelayanan publik diharapkan tidak hanya berfokus pada penyediaan fasilitas pendukung seperti penyediaan kursi roda, jalur landai, toilet khusus disabilitas, ruang laktasi, area bermain anak, dan sebagainya, namun juga menyediakan suatu standar yang baku, komitmen penuh pimpinan beserta jajarannya, serta kesiapan sumber daya manusia dalam penyelengagraan pelayanan publik. Oleh karena itu, Pada tahun 2024 MENPANRB menyempurnakan instrument penilaian bagi Unit Pelayanan Publik dimana instrument baru ini tidak hanya menilai dari aspek sarana prasarana layanan publik ramah kelompok kaum rentan sebagaimana aspek penilaian pada periode sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
- Aspek Kebijakan dan Kepemimpinan
- Aksesibilitas Fisik
- Aksesibilitas Informasi dan Komunikai
- Akomodasi yang layak, dan
- Aspek Sumber Daya Manusia.
Berikut penjelasan masing-masing aspek tersebut:
1. Aspek Kebijakan dan Kepemimpinan
Dalam aspek ini, indikator yang dilihat adalah komitmen pimpinan, dukungan anggaran, program yang telah atau akan dilaksanakan, standar pelayanan inklusif, keterlibatan dan partisipasi dari pihak eksternal, serta inovasi yang telah dilakukan atau dikembangkan guna mendukung pemberian pelayanan yang inklusif ramah kelompok rentan. Komitmen pimpinan merupakan langkah awal untuk dapat dimulainya layanan inklusif tersebut. Adanya standar pelayanan yang pasti (SOP) serta dukungan anggaran yang memadai juga menjadi kunci terwujudnya layanan yang inklusif.
2. Aksesibilitas Fisik
Pada aspek ini, indikator yang dilihat yaitu tersedianya sarana prasarana untuk mendukung pemberian layanan inklusif, meliputi:
- Jalur pemandu (guiding block)
- Area parkir khusus
- Jalur landai
- Area prioritas
- Toilet diasbilitas
- Loket prioritas
- Ruang laktasi
- Area ramah anak
- Lift (apabila dibutuhkan)
- Alat bantu
- Ruang Tenang
Aksesibilitas fisik ini tentunya memiliki ketentuan/kriteria minimal yang sebaiknya terpenuhi meliputi ukuran ruangan, warna, jumlah, serta ketersediaan beberapa fasilitas pendukung.
Namun seringkali karena keterbatasan lahan dan dukungan anggaran, tidak sedikit unit pelayanan publik yang belum mampu memberikan fasilitas fisik dimaksud secara optimal. Tentu saja hal itu tidak boleh dijadikan alasan kurangnya pelayanan yang diberikan kepada pengguna layanan.
3. Aksesibilitas Informasi dan Komunikasi
Indikator nya meliputi
- informasi pelayanan yang tersedia dalam berbagai format dan metode sehingga semua orang, termasuk penyandang disabilitas dan lansia dapat mengakses informasi yang dibutuhkan
- Laman web, harus dapat diakses dan dipahami oleh semua orang.
- Aplikasi seluler. memiliki navigasi yang mudah, memiliki fitur voice to text atau sebaliknya, dan beberapa fitur lainnya yang tentunya mudah digunakan oleh semua orang termasuk kelompok kaum rentan.
- Rambu dan Marka. Tersedia papan penunjuk yang jelas dan informatif untuk membantu kelompok kaum rentan dalam menemukan fasilitas dan informasi yang dibutuhkan.
- Media sosial
- Layanan pengaduan
4. Akomodasi yang layak
Indikator pada aspek ini meliputi adanya pendampingan, fleksibilitas jadwal, serta layanan jemput bola dan antrean prioritas. Melalui aspek ini diharapkan bahwa unit pelayanan publik memliki suatu sistem yang mempermudah pemberian layanan, namun tetap disesuaikan dengan karakteristik pelayanan serta ketentuan yang berlaku.
5. Aspek Sumber Daya Manusia.
Pada aspek ini terdapat beberapa indikator yaitu :
a. Pelatihan sensitivitas disabilitas, diharapkan setiap unit pelayanan publik memiliki suatu program pelatihan secara berkala untuk menyiapkan sumber daya manusia yang dimiliki dalam memberikan pelayanan optimal kepada kelompok rentan. Misalnya pelatihan Bahasa isyarat, pelatihan manajemen bencana, dsb
b. Etika. Diharapkan seluruh pegawai dalam unit pelayanan publik memiliki etika yang mencerminkan penghormatan kepada semua pengguna layanan, menghindari adanya diskriminasi, serta berintegritas penuh.
[1] Klerek-Analis Perkara Peradilan

Website Mahkamah Agung Republik Indonesia
Website Badilag
Website Pengadilan Tinggi Pekanbaru
Website Kejaksaan Tinggi Riau
Website Pemeritah Provinsi Riau
JDIH Mahkamah Agung
SIWAS Mahkamah Agung
Portal LIPA PTA Pekanbaru

