Manusia telah ditakdirkan memiliki akal yang senantiasa berpikir karena situasi dan kondisi yang meliputi dirinya selalu berubah-ubah serta diliputi dengan peristiwa-peristiwa penting, di samping juga dahsyat. Terkadang manusia tidak kuasa untuk menentang ataupun menolaknya, dimana hal ini menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, serta memikirkan segala hal yang terjadi di sekitar dirinya. Dia coba memerhatikan tanah yang menjadi tempat berpijak. Dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh di atas tanah tersebut, berkembang, berbuah serta melimpah ruah.
Ada banyak peristiwa yang terjadi di atas tanah permukaan tersebut. Baik pada siang hari maupun malam hari, dia juga menyaksikan berbagai kebaikan dan keburukan, sikap berbakti dan perbuatan jahat, bahagia dan sedih, susah dan senang, kehidupan dan kematian, serta banyak pemandangan lain yang bisa dia lihat. Hal-hal seperti inilah sering membuat manusia merasa kagum dan mendorongnya untuk termenung, sejenak ataupun lama, merenungkan segala sesuatu yang dia hadapi. Diapun berpikir dan terus berpikir, baik sepanjang hari, bahkan sepanjang hidup yang dia jalani. Dia berpikir bahwa dirinya adalah sebuah alam yang kecil (mikro kosmos) dan menganggap alam raya yang demikian luas ini sebagai alam yang besar (makro kosmos). Bahkan, dia juga berpikir tentang adanya sesuatu yang gaib/abstrak, di balik alam yang terlihat ini (metafisika). Tanpa dia sadari, dia telah membangun sebuah pemikiran yang filosofis. Manusia telah berfilsafat. Apa yang dia harapkan? Sesuatu yang benar. Pengetahuan/informasi yang benar. Sebodoh apapun manusia, dia tetap tak ingin dibodohi (ditipu). Setiap manusia pasti ingin mendapat kebenaran dan bukan tipuan. Kebenaranlah yang dia harapkan.
Manusia merupakan makhluk yang sangat unik. Upaya pemahaman hakekat manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun hingga saat ini belum mendapat pernyataan yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia itu sendiri yang memang unik, antara manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda. Bahkan orang kembar identik sekalipun, mereka pasti memiliki perbedaaan. Mulai dari fisik, ideologi, pemahaman, kepentingan dan lain-lain. Semua itu menyebabkan suatu pernyataan belum tentu pas untuk di amini oleh sebagian orang.
A. Konsepsi Islam
Dalam konsepsi Islam manusia merupakan satu hakekat yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi material (jasad) dan dimensi immaterial (ruh, jiwa, akal dan sebagainya). Unsur jasad akan hancur dengan kematian, sedangkan unsur jiwa akan tetap dan bangkit kembali pada hari kiamat. (QS. Yasin, 36: 78-79). Manusia adalah makhluk yang mulia, bahkan lebih mulia dari malaikat (QS. al-Hijr, 15: 29). Bahkan manusia adalah satu-satunya mahluk yang mendapat perhatian besar dari Al-Qur‟an, terbukti dengan begitu banyaknya ayat al-Qur‟an yang membicarakan hal ikhwal manusia dalam berbagai aspek-nya, termasuk pula dengan nama-nama yang diberikan al-Qur‟an untuk menyebut manusia, setidaknya terdapat lima kata yang sering digunakan Al-Qur‟an untuk merujuk kepada arti manusia, yaitu insan atau ins atau al-nas atau unas, dan kata basyar serta kata bani adam atau durriyat adam.
B. Kamus Bahasa Indonesia
Dalam kamus bahasa Indonesia “manusia" diartikan sebagai makhluk yang berakal, berbudi (mampu menguasai makhluk lain); merujuk pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang diberi potensi akal dan budi, nalar dan moral untuk dapat menguasai makhluk lainnya demi kemakmuran dan kemaslahatannya.
C. Menurut Aristoteles
Populernya menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon, yaitu makhluk sosial, makhluk yang selalu berhubungan dengan manusia lainnya dimana makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pembahasan mengenai konsep manusia sendiri hingga saat ini belum juga usai, karena masing-masing cabang ilmu mendeskripsikan definisi manusia dengan pendefinisian yang berbeda-beda, tergantung lingkup pembahasan yang sedang dibahas.
A. Filsuf muslim
Menyebut manusia sebagai makhluk yang berpikir yang sering diistilahkan dengan bahasa al-hayawā n al-nā ṭiq.
B. Filsuf Yunani
Plato dan Rene Descartes mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk yang terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi tubuh dan dimensi jiwa atau rohani.
C. Ilmu Psikologi
Bahwa manusia merupakan makhluk yang berjiwa, yang mana jiwa dalam Islam sering disepadankan dengan konsep nafs.
D. Ilmu Sosiologi
Diartikan sebagai makhluk sosial, ia hidup berdampingan dengan yang lain, manusia juga makhluk yang bermasyarakat karena ia tidak bisa hidup sendiri tanpa ada bantuan dari makhluk lainnya yang ada di permukaan bumi.
E. Ilmu Biologi
Manusia merupakan dari sistem anatomi, fisiolofi, struktur tubuh yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lainnya.
F. Ilmu Teolog
Menyatakan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang harus tunduk dan patuh kepada aturan Tuhan, manusia tunduk terhadap sunnah Allah dan segala perbuatan baik dan buruknya akan dipertanggungjawabkan kelak.
Para ahli dari setiap cabang ilmu banyak memberi definisi mengenai manusia secara utuh dan menyeluruh belum mendapatkan kesimpulan yang memuaskan, bahkan seorang filsuf berkebangsaan Jerman yaitu Martin Heidegger selalu menghindari pemakaian kata manusia di dalam tulisan-tulisannya, ia lebih cenderung memakai kata Dasein yang berarti ada di sana sebagai kata ganti untuk mengungkapkan kata manusia. Hal ini tentu atas dasar bahwa konsep manusia belum bisa dirumuskan secara pasti bagaimana konsep pengertian siapa dan apa manusia sebenarnya itu.
Akan tetapi sebagai umat Islam yang menjadikan al-Qur’an dan sunnah pedoman hidup diperlukan untuk mengkaji dan meneliti apa dan bagaimana manusia dalam gambaran keduanya dengan pendekatan istilah yang digunakan untuk manusia sehingga bisa menghasilkan pemahaman mengenai manusia itu sendiri, tidak hanya dari segi pengertian bahkan juga dari segi-segi lainnya dari manusia itu sendiri yang bisa didapatkan dari mengkaji al-Quran dan sunnah, yang tentu tidak akan ditemukan di sumber-sumber lainnya.
Salah satu bentuk keistimewaan al-Qur’an juga ialah ketika al-Qur’an menjelaskan aspek tertentu tentang manusia, al-Qur’an selalu menggunakan kosakata untuk menyebut manusia itu sesuai dengan teks pembicaraannya, oleh karena itulah diperlukan penelitian yang jeli terhadap aspek yang sedang dibicarakan al- Qur’an sehingga pilihan kosakata tertentu digunakan pada konteks pembicaraan yang dituju.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Nuh, Kamus Indonesia Arab, Jakarta: Mutiara, 2008.
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam, Bandung: Mizan, 2009.
Ansharullah, Pengantar Filsafat, Kalimantan Selatan: LPKU, 2019.
Loren Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1996.
Reza A.A Wattimena, Tentang Manusia, Yogyakarta: Maharsa. 2016.
Rudi Ahmad Suryadi, Dimensi-Dimensi Manusia Perspektif Pendidikan Islam, Yogyakarta: Deepublish, 2015.
Suaedi, Pengantar filsafat Ilmu, Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016.
Usman A. Hakim, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka, 2001.